Tiga anggota DPRD Kota Malang (dari kiri) M Zainuddin AS, Wiwik Hendri Astuti dan Suprapto mengenakan rompi tahanan KPK resmi ditahan di Gedung KPK, Jakarta. (Foto: MI/Rommy Pujianto)
Jakarta: Deputi Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menyebut kasus suap terkait persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2015 di Kota Malang, Jawa Timur, adalah kasus korupsi yang sempurna.
Betapa tidak, kasus korupsi ini melibatkan semua elemen pemerintahan mulai dari eksekutif, legislatif, sampai dengan birokrasi.
"Yang terjadi kan umumnya terstruktur, sistematis, dan masif. Ternyata yang terlibat bukan hanya anggota DPRD tapi juga eksekutif dan birokrasi, jadi sudah sempurnalah kasus korupsi di daerah ini," ujarnya dalam Metro Pagi Primetime, Rabu, 5 September 2018.
Sama dengan kasus serupa yang sudah terungkap, korupsi APBD-P Kota Malang tahun anggaran 2015 pada dasarnya membisniskan fungsi dan kewenangan yang dimiliki seseorang atau lembaga.
Dalam hal ini DPRD Kota Malang menyalahgunakan fungsi legislasi, fungsi anggaran, termasuk fungsi pengawasan yang dinamikanya bergantung pada posisi tawar masing-masing.
"Kalau posisi di DPRD-nya kuat bukan cuma minta uang dia bisa minta jatah proyek untuk dijual atau dipakai sendiri untuk kepentingan pribadi," kata dia.
Secara umum, kata Ade, korupsi berjemaah kerap terjadi pada saat pembuatan kebijakan atau paling rawan saat pembahasan anggaran karena di sana semua pihak punya kepentingan.
Padahal sejatinya kepentingan yang diperjuangkan oleh legislator harus berorientasi kepada masyarakat. Ketika ada celah untuk meraup untung, hampir pasti para legislator akan menyalahgunakan kewenangan tersebut.
"Kewenangan yang harusnya untuk masyarakat malah untuk kepentingan pribadi. Akhirnya proyek dibagi untuk mencari keuntungan bagi mereka sendiri," katanya.
(MEL)
No comments:
Post a Comment