Pages

Tuesday, August 21, 2018

Duka Korban Terorisme Belasan Tahun Silam Masih Membekas

Jakarta: Sudirman (35) salah satu korban bom di depan Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia tahun 2004 silam mendapat kesempatan berbicara dalam peringatan Hari Internasional Mengenang Korban Terorisme di Kantor United Nation Office of Drugs and Crim (UNODC). Menggunakan Bahasa Inggris Sudirman bercerita tentang pengalamannya melewati tragedi itu.

Sudirman bekerja sebagai penjaga keamanan di Kedutaan Besar Australia saat peristiwa itu terjadi. Ia masih berusia 21 tahun saat itu.

"Saya berada sekitar 10 meter dari lokasi truk yang membawa bom itu," kata Sudirman di Kantor UNODC, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa, 21 Agustus 2018.

Peristiwa itu begitu membekas. Sebelah matanya rusak akibat ledakan. Ia juga mengalami gegar otak dan trauma.

Rangkaian tragedi itu membuat Sudirman frustasi. Padahal masih banyak mimpi yang hendak diraih pada usia semuda itu. Ia pun harus mengonsumsi obat-obatan hingga hari ini. 

"Saya mengkonsumsi obat lima kali sehari hingga saat ini, saya tidak tahu sampai kapan, tapi saya harus bertahan," tegas Sudirman.

Sudirman beruntung ada banyak pihak yang mendampinginya menghadapi situasi sulit ini. Ia berterima kasih kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

"Kita harus sadar betapa kuat suara korban terorisme, saya berharap kami adalah korban terakhir," kata Sudirman.

Hal yang sama juga diutarakan Ni Luh Kurniati, istri dari korban bom Bali II yang meledak di Sari Club, Legian. Kehidupan Ni Luh berubah drastis usai ledakan yang menewaskan suaminya itu.

Ni Luh bercerita tentang malam yang mencekam itu. Saat ledakan terjadi ia berada di kamar kontrakan bersama dua anaknya, si sulung berumur sembilan tahun dan si bungsu berumur 1,5 tahun.

Ia tidak menyangka ledakan itu sebuah bom. Baginya ledakan itu terdengar seperti gardu listrik. Tapi beberapa tetangga kamar kontrakannya mulai pulang satu per satu dan bercerita tentang ledakan bom di Legian, Bali.

"Mereka bercerita di Legian ada bom, mereka tanya saya apakah bapak kerja? Saya jawab bapak bekerja di Legian," tutur Ni Luh.

Keyakinannya masih sama tidak mungkin bom meledak di Pulau Dewata nan aman dan damai. Tapi menjelang pukul 02.00 WITA suaminya yang bekerja sebagai kepala pelayan di Sari Club tidak kunjung pulang.

Ia menunggu hingga pukul 04.00 WITA suaminya pun tidak kunjung pulang. "Saya tunggu sampai jam enam, dan dia tidak pulang sampai sekarang," kenang Ni Luh.

Butuh empat bulan bagi Ni Luh mendapatkan kepastian kabar suaminya. Rumah sakit akhirnya berhasil mengidentifikasi identitas sang kepala pelayan itu setelah melalui rangkaian tes DNA.

Namun penderitaan tidak habis di situ. Bagikeluarganya, Ni Luh masih terlalu muda untuk menjadi seorang janda dengan dua anak. "Saya hampir kehilangan hak asuh anak saya," kata dia.

Ni Luh tidak menyerah. Ia kembali ke Denpasar, bekerja dan memulai hidup baru. Ni Luh bertemu dengan beberapa korban dan penyintas senasib. Ia mengikuti sejumlah pelatihan yang digagas lembaga swadaya masyarakat buat korban bom Bali.

"Saya belajar menjahit," kata dia.

Trauma itu masih membekas di benaknya sampai beberapa tahun. Ia sempat melakukan konseling dan minum obat untuk menghilangkan trauma itu.

Tujuh tahun berselang kenangan itu muncul dari mulut anak bungsunya. Ni Luh tidak pernah bercerita tentang suaminya yang menjadi korban ledakan bom kepada si bungsu. Ia hanya bercerita kepada si sulung yang sudah bisa memahami peristiwa itu.

Kepada si bungsu ia menyebut ayahnya pegi bekerja untuk waktu yang lama. Ayahnya akan pulang membawa banyak mainan.

"Ketika dia berumur sembilan tahun, ia rindu dengan papanya. Dia minta papanya pulang, selama satu minggu setiap malam," kenang Ni Luh.

Ni Luh pun akhirnya memberi tahu si bungsu kenyataan sebenarnya. "Saya rasa itu waktu yang tepat. Dia menangis, ini berat memang, tapi akhirnya dia bisa mengerti, saya juga bisa bertahan," pungkas Ni Luh.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menetapkan 21 Agustus sebagai Hari Internasional Mengenang Korban Aksi Terorisme. Tahun ini merupakan tahun pertama hari internasional ini diperingati. Peringatan ini diharapkan meningkatkan kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap korban dan penyintas aksi terorisme.

(SCI)

Let's block ads! (Why?)

http://news.metrotvnews.com/peristiwa/8korWPMb-duka-korban-terorisme-belasan-tahun-silam-masih-membekas

No comments:

Post a Comment